Jakarta – Mahasiswi Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta melakukan kunjungan ke Perpustakaan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia pada Selasa (23/12/2025).
Kepala Biro Perpustakaan Dewan Dakwah, Ust Hadi Nur Ramadhan menyambut kedatangan tamu tersebut dengan hangat dan antusias. Selain menelusuri buku-buku, para mahasiswi turut bermulazamah, berdiskusi sejarah dengan pendiri Pusdok Tamaddun tersebut.
Hadi menegaskan bahwa tanggung jawab penuntut ilmu syar’i terhadap negeri ini sangatlah besar. Sebagaimana cita-cita Pak Natsir selaku pendiri Dewan Dakwah yang ikut berperan dalam mengupayakan berdirinya kampus LIPIA di Indonesia, yang telah banyak melahirkan generasi Islam berkualitas, anak-anak kandung dakwah yang rela berjuang.
“Orang yang hidup dengan ilmu tidak akan memikirkan urusan orang lain. Yang ada di dalam benaknya hanyalah program dan program. Demikian para founding fathers kita mengajarkan kedewasaan yang lahir dari budaya ilmu. Bagi mereka politik hanyalah alat, bukan partai. Ia sejatinya adalah gagasan dan power untuk meninggikan kalimat Allah,” tutur sejarawan muda itu.
Ia memotivasi para mahasiswi untuk membangun budaya ilmu dengan mencintai guru, ilmu, dan buku.
“Mujahadah, mulazamah, mudzakaroh, membaca, dan menulis. Itulah lima komponen ilmu yang diajarkan oleh Buya Hamka.” tuturnya
Hadi juga menyayangkan lemahnya spirit sejarah generasi muda yang abai terhadap karya ulama-ulama Nusantara.
“Mengapa kita tidak menerjemahkan kitab-kitab ulama nusantara ke Bahasa Arab? Sementara murid-murid ulama di Timur Tengah seperti Sayid Quthb, ataupun Syaikh al-Albani, gencar menerjemahkan karya-karya guru mereka hingga mendunia. Sebab kealpaan ini, banyak yang mengira bahwa ulama kita tak sehebat ulama lainnya.” ungkapnya.
Ia memberikan contoh seperti Mahmud Yunus, penulis kamus Bahasa Arab yang amat masyhur di kalangan santri, ternyata sudah menulis tafsir di umur 21 tahun. Bahkan ia juga merupakan salah satu pendiri Universitas Islam Madinah.
Penulis Buku Degup Cita Para Pendiri Bangsa untuk Palestina itu berpesan kepada para mahasiswi agar tidak meninggalkan sejarah para tokoh bangsa. Ia juga menegaskan bahwa pembeda antara orang yang beriman dan orang sekuler ialah ‘worldview’ sejarah yang mereka miliki. Bagi sekuler, sejarah tak ubahnya memori kelam yang enggan mereka kenang, sebab otoritas gereja yang dengan bengis mengekang fitrah manusia. Sementara umat Islam memiliki sejarah peradaban yang indah dan sarat hikmah.
Terakhir, Hadi berpesan agar para penuntut ilmu memiliki basis dakwah yang jelas, dengan berguru di tengah zaman yang kian menggerus nilai-nilai ilmu, dan jangan sampai meninggalkan jalan dakwah.
Arwa Simiya, salah seorang Mahasiswi LIPIA Jakarta mengungkapkan tentang pentingnya memahami sejarah. Karena dengan memahaminya, ia lebih banyak memahami peran besar yang harus dilakukan.
“Semakin memahami sejarah, semakin menyadari peran-peran besar menunggu kita, semakin mengerti banyak tangga ilmu yang perlu dikejar sebagai bekalnya,” tuturnya saat berkunjung.
“Kami sangat senang dengan ‘Mulazamah Sejarah’ ini. Insya Allah kedepan kita akan berkolaborasi terkait literasi sejarah”. Imbuh Arwa
Dalam waktu dekat, para mahasiswa dan mahasiswi KAMMI komisariat LIPIA Jakarta ini akan ikut dalam kolaborasi literasi di Perpustakaan Dewan Dakwah.
Humas Dewan Dakwah
Editor: Abu Dzakir