DewanDakwah.id, Jakarta– Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, puluhan remaja dan pemuda berkumpul bukan untuk berwisata biasa—mereka hadir untuk Rihlah Ilmiyah dalam acara ‘Melancong Sejarah’, menapaktilasi jejak seorang tokoh besar yang namanya harum dalam sejarah umat dan bangsa, yaitu Bapak Mohammad Natsir.
Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Perpustakaan Dewan Da’wah, Pusat Dokumentasi Tamadun, Pustaka Al-Kautsar dan Natsir Film Project.
Sebanyak 40 peserta dari Jabotabek, Sukabumi, Bandung, Karawang, Banten hingga Papua datang dengan satu semangat mengenal lebih dekat perjuangan sang maestro dakwah dan Negarawan.
“Mereka adalah generasi yang haus teladan, generasi yang ingin menjemput inspirasi dari sosok yang telah memberi cahaya besar bagi bangsa Indonesia.” ujar Hadi Nur Ramadhan, Kabiro Perpustakaan DDII
Menelusuri Jejak Sang Pejuang
Perjalanan sejarah dimulai di Gedung Menara Dakwah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, tempat lahirnya spirit gerakan dakwah dan gagasan peradaban yang dibangun oleh M. Natsir dan tokoh-tokoh Masyumi.
“Di lobi, para peserta menghadapi dinding-dinding yang berbicara—foto-foto perjuangan M. Natsir terpajang, menghadirkan kembali jejak kaki sang tokoh di masa penuh ujian dan pengorbanan.” ungkap Hadi
Dari Gd. menara Dakwah Lt.1, rombongan Melancong Sejarah bergerak ke Perpustakaan Lantai 7, pusat ilmu yang menyimpan ratusan warisan sejarah para pendiri bangsa.
“Ada salah satu yang menarik, Di sudut khusus bertuliskan M. Natsir Corner, peserta menyaksikan buku-buku pribadi, arsip asli, surat-surat dakwah, dan berkas perjuangan yang menghidupkan kembali keteguhan Natsir dalam menegakkan risalah Islam. Seolah ruh perjuangan itu menyapa: “Teruskanlah apa yang kami mulai.” terang Hadi
Perjalanan berlanjut menuju Gedung Eks- MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), tempat para ulama dahulu berkumpul merumuskan strategi mempertahankan martabat umat di tengah tekanan kolonial.
“Sebelumnya, para peserta melaksanakan shalat Dzuhur di Masjid Cut Meutia, masjid bersejarah yang memadukan arsitektur kolonial dengan napas tauhid umat Islam Jakarta tempo dulu.” imbuh Hadi
Rangkaian ditutup dengan ziarah dan berdo’a ke makam Mohammad Natsir di TPU Karet Bivak. Di hadapan pusara sang tokoh, para peserta larut dalam keheningan—sebuah jeda untuk merenungi betapa besar jasa seorang Natsir dalam membela kemerdekaan, memajukan pendidikan, serta menjaga akidah umat.
Menggali Hikmah Bersama Sang Peneliti Sejarah
Pada kegiatan ini, para peserta mendapatkan ulasan sejarah langsung dari Ustadz Hadi Nur Ramadhan (Peneliti Sejarah Indonesia, Kabiro Perpustakaan DDII). Dengan bahasa yang ringan namun menggugah, beliau menguraikan perjalanan M.Natsir sebagai ulama, negarawan, pemimpin bangsa, sekaligus pendidik umat. Dua narasumber lain, Dr. H. Adian Husaini, M.Si. dan H. Lukman Hakim, qadarullah berhalangan hadir sehingga tidak memberikan ulasan pada kesempatan ini.
Meski demikian, ruh sejarah tetap menyala. Ulasan yang disampaikan Ust. Hadi menjadi percikan api yang menumbuhkan kembali kecintaan para peserta terhadap perjuangan Natsir.
Melanjutkan Estafet Peradaban
Perjalanan ini bukan hanya wisata sejarah. Ia adalah tajdid kesadaran, sebuah usaha memantik kembali ruh perjuangan yang pernah dibawa oleh Natsir—ruh keilmuan, keteguhan, kecerdasan, keteraturan, kesantunan, dan keberanian berkata benar.
“Dari generasi muda seperti inilah estafet perjuangan itu berharap: Generasi yang tak hanya membaca sejarah, tetapi menuliskan babak sejarah berikutnya.” jelas Hadi
Agenda Selanjutnya
Kolaborasi antara Perpustakaan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun, Pustaka Al-Kautsar dan Natsir Film Project ini akan terus berlanjut dalam rangkaian melancong sejarah lainnya.
InsyaAllah agenda bulan depan akan diselenggarakan kegiatan “Melancong Sejarah Buya Hamka”—melanjutkan ikhtiar menuntun generasi muda kepada teladan para pembangun bangsa yang sesungguhnya.
“Dengan penuh harap, semoga program ini menjadi ladang tumbuhnya generasi yang siap menjadi pelanjut perjuangan—
Generasi Patah Tumbuh, Hilang Berganti, yang tidak gentar menghadapi zaman, dan tidak lupa pada akarnya.” pungkasnya

Humas Dewan Da’wah