Dewandakwah.id, Jakarta, 17 Juli 2025 – Bertempat di Gedung Menara Dakwah, Jl. Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, peringatan ini menjadi momentum untuk meneladani kiprah dan pemikiran Buya Natsir yang tetap relevan hingga kini.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk putri Mohammad Natsir, Aisyatul Asyriah, yang kini berusia 83 tahun dan masih aktif sebagai anggota dewan pembina. Turut hadir Prof. Dr. Ir. AM Saefuddin, mantan Menteri Pertanian di era Presiden Habibie dan salah satu perintis Bank Islam pertama, yang juga guru dan kolega Natsir. Selain itu, hadir pula kader-kader Natsir seperti Kiai Khalil Ridwan (Wakil Ketua Pembina) dan Mas’adi Sultani (anggota Pembina), serta cucu H. Agus Salim, Haji Ibong.
Rangkaian Acara dan Peluncuran Karya
Peringatan 117 tahun ini tidak hanya diisi dengan ceramah dan testimoni, tetapi juga peluncuran dua buku baru dan sebuah film biografi tentang Mohammad Natsir. Buku pertama, sebuah disertasi yang ditulis oleh Dr. Lukman Masha, menyoroti perjalanan dakwah Natsir dari masa sekolah menengah hingga akhir hayat. Buku kedua, karya Ketua Umum DDII Dr. Adian Husaini, berjudul “Muhammad Natsir: Negarawan, Guru, dan Dai Teladan,” mengulas ratusan artikelnya tentang Natsir dan aspek kepemimpinan, kepribadian, serta perannya dalam pendidikan.
Film biografi Mohammad Natsir, yang diinisiasi oleh keluarga besar Natsir, akan diproduseri oleh Ustaz Erick Yusuf. Film ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi generasi muda untuk memahami nilai-nilai perjuangan Natsir yang multidimensional sebagai pejuang, pemikir, dai, dan seorang ayah. Pada kesempatan peluncuran ini, hadir juga public pigur Ari Untung dan Irgi sebagai bentuk dukungan atas rencana produksi film ini.
Mengenang Keteladanan Mohammad Natsir
Dalam sambutannya, Dr. Adian Husaini menyoroti keteladanan Natsir dalam berbagai aspek. Natsir dikenal sebagai seorang negarawan yang gigih, bahkan di tengah tekanan politik. Natsir, pada tahun 1968, pergi ke Jepang dan berhasil meyakinkan pemerintah Jepang untuk membantu Orde Baru, menunjukkan sikap kenegarawanannya yang luar biasa meskipun partainya (Masyumi) tidak diizinkan hidup kembali. Ia juga diceritakan sangat berbakti kepada orang tua dan guru-gurunya, serta memilih jalur pendidikan tanpa bayaran demi memperjuangkan ilmu.
Ustaz Zawawi, salah satu kader Natsir yang diutus belajar ke Arab Saudi, menceritakan bagaimana Natsir mengajarkan keikhlasan, ketawaduan, dan kesederhanaan. Ia juga mengisahkan pengalaman dirinya dan kader lain yang ditugaskan mengumpulkan dana dari masjid ke masjid di Riyadh untuk dakwah, bahkan hingga sempat ditangkap polisi Arab Saudi. Kisah ini menunjukkan betapa tulus dan gigihnya perjuangan Natsir dalam mendukung misi dakwah.
Kiai Khalil Ridwan juga menyampaikan kesannya tentang Natsir yang menggunakan nama samaran “Mukhlis” dalam debatnya dengan Soekarno sebelum kemerdekaan. Hal ini sangat berkesan baginya, karena Natsir benar-benar mencerminkan keikhlasan dalam setiap perjuangannya. Beliau juga menceritakan bagaimana Natsir pernah meminta Raja Faisal untuk memberikan izin tinggal (iqamah) bagi mukimin Indonesia di Mekah dan Arab Saudi, tanpa memandang latar belakang organisasi mereka.
Yayasan Kapita Selekta Mohammad Natsir: Melanjutkan Amanah
Keluarga besar Mohammad Natsir juga turut berpartisipasi aktif dalam peringatan ini. Aisyatul Asyriah menceritakan amanah ayahnya yang tidak meninggalkan harta, melainkan tulisan-tulisan yang tersebar di mana-mana. Untuk mengelola dan menyebarkan pemikiran Natsir, keluarga mendirikan kembali Yayasan Kapita Selekta Mohammad Natsir pada awal tahun ini. Nama “Kapita Selekta” diambil dari judul buku pertama Natsir yang dicetak sebelum kemerdekaan, mencerminkan semangat Natsir yang tidak ingin menggunakan namanya sendiri untuk yayasan tersebut.
Ketua Yayasan Kapita Selekta Muhammad Natsir, Rifki, cucu laki-laki Natsir dari putrinya Asma Farida, menyampaikan terima kasih atas kesempatan untuk bekerja sama dengan DDII dalam melanjutkan gagasan Natsir. Ia berharap yayasan ini dapat terus menjalin hubungan baik dengan Dewan Dakwah dan organisasi Islam lainnya untuk merajut semangat perjuangan Buya Natsir.
Peringatan 117 tahun Mohammad Natsir ini diharapkan dapat terus menginspirasi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk meneladani integritas, kejujuran, kepedulian sosial, dan semangat persatuan yang telah dicontohkan oleh Mohammad Natsir dalam membangun bangsa.